Labels

Followers

Minggu, 05 Oktober 2008

KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL

Bismillahirrahmanirrahim...

Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa)
enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR.
Muslim).

Imam Ahmad dan An-Nasa’i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam
bersabda:
“Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan
puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka
itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh.” ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban dalam “Shahih” mereka.)

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal,
maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. ” (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata:
“Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.”)
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal
menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar
sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :

1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.

2. Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai
penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu
akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana
keterangan yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas
puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan,
maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.

3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan,
karena apabila Allah Ta’ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam
meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala’amal
kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya.” Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan
kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda
atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang
buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.

4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan maghfirah
atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya
pada hari Raya’ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa
setelah ‘Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat
yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan
dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah
Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk
kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat
melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul,
ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya
kembali. Allah Ta’ala berfirman:
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali “(An-Nahl: 92)


5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak
terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari
pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi.
Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka
merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan
puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah ‘Idul Fitri
merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat
apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya
pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi,
beliau berkomentar:
Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan
Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang tahun.”
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai
membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari
tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan
demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan
Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut
menjemputnya. Allah Ta’ala berfirman :
Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) ” (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang
dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala pada bulan
Ramadhan adalah disyari’atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai
macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada
fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah
kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa
dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan
selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

0 komentar

Posting Komentar